Logo

HUT Hutan Indonesia, BMR Rawan Bencana Alam Akibat PETI

Kepala Dinas Kehutan Provinsi Sulawesi Utara, Rainier N. Dondokambey, S.Hut, MAP.

INFOSULAWESI.com BMR - Kerusakan hutan berskala besar terus terjadi di semenanjung belahan bumi Bolaang Mongondow Raya (BMR). Hal ini pun menjadi sinyal tanda bahaya bagi masyarakat akan dampak bencana yang pasti ditimbulkannya.

Perambahan hutan secara liar untuk merampok sumber dayanya terus dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak peduli dengan hukum yang mengincarnya.

Hal ini pun terus terjadi sepanjang masa hingga dibeberapa kawasan hutan yang ada di Bolaang Mongondow Raya seperti di Hutan Kabupaten Bolmong Selatan tepatnya di Tolondadu, Kilo 12, Lokosina Desa Dumagin , serta di Hutan Kabupaten Bolmong wilayah Bakan dan Tanoyan Selatan, Dumoga dan hutan di Kabupaten Boltim tepatnya di Desa Molobog, dan Sebagian Desa Lanut diluar IUP terus dibabat menggunakan alat berat untuk dijadikan Pertambangan Emas Tanpa Izin atau PETI.

Rusaknya hutan yang menjaga keseimbangan ekosistem nampaknya harus ditindak tegas oleh Aparat Penegak Hukum (APH), sebab kelestarian lingkungannya seharusnya dijaga karena banyak menyimpan habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan, termasuk spesies yang terancam punah.

Hutan juga merupakan paru-paru dunia yang menyimpan dan menyerap karbon dioksida (CO2) yang menjaga iklim udara untuk tetap segar dan sehat bagi manusia pada umumnya.

Sejumlah harapan pun mulai muncul disaat Peringatan Hari Hutan Nasional 7 Agustus 2025, khususnya di hutan yang berada di BMR yang kini sedang terancam kelestariannya. Masyarakat berharap seluruh pemangku kepentingan Pemerintah dan Stakeholder serta Aparat Penegak Hukum dapat menindak para oknum yang berani melakukan pengrusakan saat ini.

Kepala Dinas Kehutan Provinsi Sulawesi Utara, Rainier N. Dondokambey, S.Hut, MAP., menegaskan akan memberikan sanksi tegas kepada para perusak hutan.

"Sankai tegas sesuai Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999 dan turunannya dalam Undang-Undang Cipta Kerja sudah mengamanatkan itu," tegas Rainer, 7 Agustus 2025.

Ia pun berharap agar masyarakat harus menjaga kelestarian dalam pengelolaan yang bijak terhadap hutan yang menjadi sebagai sumber kehidupan manusia.

"Terkait kondisi hutan saat ini Harapannya perlu adanya pengelolaan hutan secara bijak dg membangun kesadaran akan pentingnya Kelestarian Sumber daya hutan dengan tidak mengabaikan kesejahteraan masyarakat. Mari kita jaga Hutan utuk Masa Depan Anak Cucu Kita, “Birukan Langit, Hijaukan Bumi," ungkapnya.

Senada disampaikan Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah 1 Bolmong dan Bolmut, James Runtuwene. Menegaskan dalam pengelolaan hutan harus sesuai prosedur yang telah negara sediakan.

"Di hari hutan nasional ini saya menghimbau kepada seluruh masyarakat khususnya yg ada di bolmong dan bolmut untuk menjaga dan melestarikan hutan karena Hutan adalah anugerah alam yang tak ternilai harganya. Mari bersama-sama menjaga kelestariannya untuk keberlangsungan hidup kita dan generasi mendatang. Stop perusakan hutan, mari kita lestarikan hutan sebagai warisan berharga." kalau memang ingin mengelolah hutan silahkan...,tetapi harus sesuai aturan yg berlaku," jelas Runtuwene.

Sementara, pengrusakan sumber daya alam hayati dan ekosistem di Taman Nasional sesuai UU No.5 Tahun 1990, dapat dikenakan sanksi Pidana Penjara paling lama 5 Tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000.

Demikian UU No.32 Tahun 2009, pada Pasal 98 Ayat (1) mengancam hukuman penjara antara 3 hingga 10 tahun serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar jika kerusakan dilakukan secara sengaja.

Demikian ancaman hukum bagi pengrusakan Kawasan Hutan dengan status Hak Pengelolaan (HPL) dapat menimbulkan jeratan hukum, baik pidana maupun perdata.

Jeratan Hukum Pidana
1. Pasal 50 ayat (3) huruf a UU No. 41/1999 tentang Kehutanan: Setiap orang yang melakukan kegiatan penebangan, pengangkutan, atau perdagangan kayu di dalam kawasan hutan tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar.

2. Pasal 98 ayat (1) UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Setiap orang yang melakukan kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar.

Penulis: Icek Lasupu

Space_Iklan_IS_1

WA12
Ikuti info terbaru di: WhatsApp Channel Infosulawesi