JAKARTA – Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (Purn) Drs. Frederik Kalalembang, kembali menegaskan pentingnya Polri menyampaikan kesimpulan yang utuh, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik dalam kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan. Ia menyatakan sependapat dengan penyidik Polda Metro Jaya bahwa kasus ini bukan merupakan tindak pidana pembunuhan.
“Saya tidak meragukan profesionalisme penyidik. Tetapi jika memang hasilnya adalah kecelakaan, maka narasi kejadiannya harus dijelaskan secara terang dan terstruktur. Misalnya, apakah korban panik, terjebak, atau mengalami gangguan perilaku sesaat yang membuatnya melakukan tindakan berisiko tinggi tanpa niat mengakhiri hidup,” ujar Frederik, Jumat (1/8/2025).
Ia menegaskan, berdasarkan rekaman CCTV yang telah dianalisis, korban terekam masuk ke kamar kos secara mandiri. Tidak ditemukan tanda-tanda kehadiran orang lain, tidak ada kerusakan pada pintu maupun plafon, serta tidak ada jejak intervensi pihak ketiga.
“Jadi saya pastikan, ini bukan pembunuhan. Saya juga menyambut baik penegasan penyidik bahwa tidak ditemukan bukti kuat adanya niat bunuh diri. Maka, logikanya, hanya satu kemungkinan yang tersisa: ini adalah kecelakaan tragis yang tidak disengaja,” lanjut Frederik.
Dari informasi yang telah dipublikasikan, penyidik telah mengamankan sejumlah barang bukti penting, termasuk tiga titik rekaman CCTV, perangkat elektronik korban, lakban yang ditemukan melilit kepala, serta selimut yang menutupi tubuh korban. Hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya kerusakan paksa ataupun DNA pihak lain di lokasi kejadian.
Selain itu, tidak ditemukan surat wasiat, catatan perpisahan, atau pesan digital yang dapat menjadi indikator niat mengakhiri hidup. Meski disebutkan adanya beberapa email lama dan catatan pribadi milik korban, penyidik menyatakan bahwa kontennya tidak cukup kuat untuk disimpulkan sebagai motivasi bunuh diri.
“Kalau tidak ada niat bunuh diri dan tidak ada unsur pembunuhan, maka secara hukum dan logika, ini adalah kecelakaan. Tapi tidak cukup hanya menyebutnya kecelakaan – publik berhak mengetahui bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi, dalam konteks apa, dan berdasarkan bukti apa,” tegas Frederik.
Ia juga mengingatkan bahwa kecelakaan dalam konteks ini bisa terjadi karena berbagai faktor, seperti tekanan psikologis, eksperimen berisiko tinggi, atau situasi panik yang memicu reaksi tak terkontrol. Frederik berharap penyidik memberikan penjelasan dengan kerangka naratif yang utuh dan tidak membiarkan ruang spekulasi terus berkembang di masyarakat.
“Saya yakin penyidik bekerja dengan profesional. Tapi agar kepercayaan publik tidak tergerus, hasil akhirnya harus disampaikan secara jujur dan transparan. Kalau memang ini kecelakaan tragis, sampaikan saja dengan lugas. Penjelasan yang masuk akal, dengan dasar bukti yang kuat, akan jauh lebih diterima masyarakat daripada membiarkan kabar simpang siur terus berkembang,” pungkasnya. (*)